Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang teus menerus juga perlu diingat, karena kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja, dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika seandainya harga-harga dari sebagian barang diatur diatur pemerintah, maka harga-harga yang dicatat oleh Biro Sta¬tistik mungkin tidak menunjukkan kenaikan apapun karena yang dicatat adalah harga harga "resmi" pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada kecenderungan bagi harga-harga untuk terus menaik. Dalam hal ini inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak diper¬lihatkan. Keadaan ini disebut "suppressed inflation" atau "infla¬si yang ditutupi" , yang pada suatu waktu akan terlihat karena harga-harga resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.
MACAM INFLASI
A. Berdasarkan parah tidaknya inflasi :
1. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang (antara 10 - 30% setahun)
3. Inflasi berat (antara 30 - 100% setahun)
4. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
B. Berdasarkan penyebab dari Inflasi
1. Demand inflation / inflasi permintaan
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang terlalu kuat.
2. Cost inflation / inflasi penawaran.
Inflasi ini timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkur¬angnya penawaran agregatif.
C. Berdasarkan asal dari inflasi
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Macam Inflasi berdasarkan penyebabnya ini dapat ditunjukkan oleh gambar berikut ini:
a) demand inflation
b) cost inflation
Inflasi permintaan ini disebabkan oleh permintaan masyar¬akat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan bar¬ang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, maka kurva agregate demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, yaitu karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak) maka kurva penawaran measyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2.
Perbedaan dari kedua macam inflasi ini adalah:
1. Perbedaan dalam hal akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi volume output, karena dari segi harga output tidak berbeda. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan outputnya (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung tegantung pada eltisitas kurva agregate supplay, semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastis kurva tsb.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
2. Perbedaan dalam hal urutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang (output) menda¬hului kenaikan harga barang-barang input dan harga- harga faktor produksi (upah dsb).
Sedangkan dalam dalam cost inflation kenaikan harga barang -barang input dan harga-harga faktor produk mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output).
Penggolongan Inflasi ditinjau dari asal inflasi
1. Inflasi dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dsb.
2. Inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikkan harga-harga (yaitu:inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita.
Kenaikkan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan:
1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor.
2. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost inflation)
3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri, karena kenaikkan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tsb (demand inflation).
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula melalui kenaikan harga barang-barang ekspor dan saluran-salur¬annya hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
1. Bila harga barang-barang ekspor seperti kopi teh minyak kelapa sawit naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula sebab barang- barang tsb langsung masuk dalam daftar barang- barang yang terca¬kup dalam indeks harga.
2. Bila harga barang-barang ekspor (seperti, kayu,karet, timah, dsb) naik, maka biaya produksi dari barang-barang yang mengguna¬kan barang-barang tsb dalam proses produksinya (perumahan, sepa¬tu, kaleng, dsb) akan naik, dan harganya akan naik pula (cost inflation).
3. Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir. Kenaikan penghasilan ini akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang , baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak bertambah, akibatnya harga-harga barang lain akan naik pula (demand inflation).
TEORI INFLASI
Secara garis besar 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu:
1. TEORI KUANTITAS
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
a. Jumlah uang yang beredar
b. Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation)
Inti dari teori ini adalah :
a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang giral).
b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Ada 3 kemungkinan keadaan :
1. Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharap¬kan harga-harga untuk naik pada bulan bulan mendatang.
Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima masyarakat untuk menambah likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku neraca para anggota ma¬syarakat).
Ini berarti sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Sehingga tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang.
Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga- harga sebesar, misalnya 1%.
Keadaan ini biasa dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang berlang¬sung.
2. Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan sebelumnya mulai sadar adanya inflasi.
Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oleh masyarakat untuk membeli barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang didalam neraca).
Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas ma¬syarakat, karena uang semakin tidak berharga. Dan orang-orang berusaha menghindari pajak ini dengan mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga permintaan akan barang-barang melonjak, akibatnya harga barang-barang tersebut juga mengalami kenaikkan.
Pada keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan kenaikan harga barang mungkin sebesar 10% pula.
3. Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi, yakni orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang menaik). Uang yang beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan harga lebih besar dari 20%.
2. TEORI KEYNES
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia (timbulnya inflationary gap).
3. TEORI STRUKTURALIS
Adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang.
Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1. Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari penerimaan eksport., yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor- sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh:
a. Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar (term of trade makin memburuk).
b. Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak respon¬sif terhadap kenaikan harga (supplay barang-barang ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuh¬kan (untuk konsumsi maupun investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada pengga¬lakkan produksi dalam negeri dari barang-barang yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang- barang sejenis yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengaki¬batkan harga yang lebih tinggi pula.
Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasipun terjadi.
2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karya¬wan untuk memperoleh kenaikan upah. Kenaikan upah berarti kenai¬kan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya.
Kesimpulan dari teori strukturalis yaitu:
1. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara- negara yang sedang berkembang.
2. Jumlah uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat berlangsung terus hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus.
Tanpa kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya.(juga dalam teori Keynes dan teori kuantitas).
3. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering dijumpai bahwa ketegaran ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan harga/moneter pemerintah sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar